.

MARS PESANTREN

Youk perbanyak dengerin sholawat! Al Mahabbatain - Senandung Al Qur'an

Sabtu, 23 Juli 2011

PROFIL PONDOK PESANTREN MIFTAHUL MIDAD SUMBEREJO


Visi, Misi dan Tujuan
Dalam mewujudkan cita-cita yang hendak dicapai, Pondok Pesantren Miftahul Midad merumuskan visi, misi dan tujuan sebagai berikut :
a. Visi
- Mencetak generasi Islam yang beriman dan bertaqwa, memiliki akhlak yang luhur, berwawasan luas, ketajaman intelektual dan mampu berfikir dengan nilai-nilai Islam.
b. Misi
- Menanamkan keimanan dan ketaqwaan kepada santri.
- Membiasakan prilaku keagamaan dan berpendidikan Islam.
- Menggali tradisi dan khazanah pemikiran ulama salaf al-shalih.
- Menyiapkan santri yang berakhlaqul karimah yang siap melayani kebutuhan masyarakat.
- Memberikan bekal ketrampilan dalam menghadapi kehidupan bermasyarakat.
c. Tujuan
- Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan pendidikan agama Islam.
- Mencetak santri yang berkwalitas yang mandiri dan berakhlaqul karimah.
- Melahirkan kader-kader ulama’ yang siap menghadapi kehidupan di masyarakat.
- Membantu pemerintah dalam melaksanakan program wajib belajar.
Baca selengkapnya - PROFIL PONDOK PESANTREN MIFTAHUL MIDAD SUMBEREJO

SUSUNAN GENOLOGI KYAI ANAS ABDUL HALIM

Putra putri Kyai Abdul Halim dan Nyai Romlah seluruhnya ada delapan orang yaitu : Nyai Rukoyyah, Kyai M. Khuyyir, Nyai Sholiha, Nyai Hudaifah, Kyai Umar Abdul Halim, Nyai Rofi’ah, Kyai Anas Abdul Halim, dan KH. Anas Abdul Halim.
KH. Anas Abdul Halim menikah dengan Nyai Hj. Nur Habibah dikaruniai Tujuh orang putra yaitu : pertama, Ning Lilik menikah dengan Gus Abdul Sami’ yang dikaruniai lima anak ; kedua, Gus As’adul Umam menikah dengan Ning Ririn Afifah dikaruniai empat anak ; ketiga, Gus Ahmad Zamroni menikah dengan Ning Sa’wana dikaruniai tiga anak ; keempat, Ning Fatmawati menikah dengan Gus Zainul Fu’ad, dikaruniai satu anak ; kelima, Ning Jazilatul Khoiroh menikah dengan Gus Mundir Mangsur yang dikaruniai tiga anak (sekarang mendirikan pondok pesantren di desa Biting) ; keenam, Gus Ahmad Qoyyim menikah dengan Ning Nida dikaruniai dua anak ; dan ketujuh, Gus Atoillah.
Baca selengkapnya - SUSUNAN GENOLOGI KYAI ANAS ABDUL HALIM

BIOGRAFI DAN SUSUNAN GENOLOGI KH. ANAS ABDUL HALIM


Dilihat dari historis kehidupan KH. Anas Abdul Halim, perlu digaris bawahi bahwa beliau ditinggal abahnya semenjak masih kecil. Tidak lama kemudian ditinggal ibunya. Setelah ditinggal kedua orang tuanya KH. Anas Abdul Halim tidak putus asa untuk mencari ilmu, karena ingin meneruskan cita-cita kedua orang tuanya yaitu mendirikan pondok pesantren maka KH. Anas Abdul Halim dalam menempuh pendidikannya, beliau menjalankan dua pendidikan yaitu pendidikan dipondok pesantren dan pendidikan formal yaitu Madrasah Ibtidaiyah sampai Peguruan Tinggi.
Pada tahun 1951 KH. Anas Abdul Halim mulai masuk di tingkat MI (setingkat dengan SD), pertama masuk sekolah beliau masuk kelas satu. Dikelas itu beliau nampak kecerdasan pikirannya, semua pelajaran yang diajarkan gurunya belaiu dapat menangkapnya. Setelah gurunya tahu kecerdasan beliau, maka beliau langsung di naikan kekelas IV, sepulang sekolah beliau meneruskan pendidikan diniyah yang mengajar adalah kakaknya sendiri (Kyai M. Khuyyir). Kemudian pada waktu kelas V beliau dipondokkan oleh ibunya ke pesantren Kyai Barizi Lumajang.
Selanjutnya pada tahun 1957 beliau masuk Pondok Pesantren Assunniyah Kencong Jember yang diasuh oleh Kyai Jauhari Jawawi, pada waktu itu beliau tidak punya apa-apa untuk memenuhi syarat-syarat untuk masuk ke kelas Alfiyah, pada waktu itu syaratnya harus hafal kitab al-Maqsud dan Imrithi. Namun berkat hidayah dan ma’unah dari Allah SWT, kedua kitab tersebut dapat di khatamkan dalam waktu tujuh hari. Kemudian dalam waktu satu minggu beliau dapat menghafal alfiyah dua ratus nadham. Maka KH. Anas Abdul Halim akhirnya dapat masuk dikelas al-fiyah. Meskipun demikian beliau tetap melanjutkan sekolahnya di MTs (setingkat SMP) dan meneruskan pendidikannya ke MA (setingkat SMA) sampai lulus.
KH. Anas Abdul Halim juga pernah belajar dengan Kyai Hamid Pasuruan dan Kyai Juwaini Kediri (Paman Kyai Jauhari Jawawi). Tidak lama kemudian setelah mondok di Kediri, pada tahun 1963 beliau menikah dengan Nyai Nurhabibah.meskipun beliau berkeluarga,beliau menyempatkan untuk mencari ilmu dan masuk ke Perguruan Tinggi (IAIN) Lumajang jurusdan Syari’ah tahun 1966. tapi beliau belum sampai wisuda sudah berhenti, sebab bukti kesarjanaan bagi beliau kurang berfungsi,akan tetai yang berfungsi adalah ilmu yang diperoleh denngan pesantren sebagai doktrinalisasi keagamaan kebangsaan guna menuju ulama yang intelektual.
Baca selengkapnya - BIOGRAFI DAN SUSUNAN GENOLOGI KH. ANAS ABDUL HALIM

LETAK GEOGRAFIS


Desa Sumberejo secara geografis terletak di perbatasan kota Lumajang dengan induk Kecamatan Sukodono. Didaerah ini terdapat instansi Pemerintah yaitu Kantor Bersama Samsat dan Kantor Departemen Agama walaupun keduanya berada pada batas wilayah Desa Sumberejo dengan Desa Kutorenon.
Desa Sumberejo merupakan desa yang cukup luas cakupannya dengan penduduknya yang dapat dengan jumlah ± 5992 jiwa. Desa ini mempunyai lima dusun yang terdiri dari : Dusun Sekarputih, Blimbing, Rejosari, Bubur, dan Klingsi dengan luas wilayah 346.090 meter.
Dusun Sekarputih Desa Sumberejo ini terdapat sebuah Lembaga Pendidikan Agama Islam yaitu Pondok Pesantren Miftahul Midad yang didirikan oleh KH. Anas Abdul Halim. Jarak di perempatan jalan di sebelah Masjid Al-Kautsar ke Pondok Pesantren Miftahul Midad sekitar 250 meter. Dari situ terlihat sebelas pepohonan yang menyelimuti pagar pesantren tersebut.
Pondok Pesantren Miftahul Midad mempunyai dua pintu gerbang yaitu pintu gerbang timur dan pintu gerbang sebelah barat. Pintu gerbang sebelah timur merupakan pintu masuk yang menuju langsung ke ndalem (rumah) pengasuh pesantren, pintunya terbuat daaari besi yang tertata rapi dan dimodifikasi dengan ukiran. Diatasnya ± 4,5 meter terdapat papan nama yang bertuliskan “Logo Pesantren   مؤسسة التربية الاسلامية والاجتمعية المعهد الاسلامية مفتاح المداد Yayasan Pendidikan Islam dan Sosial Pondok Pesantren Miftahul Midad : Jl. Musi No. 17 Po Box 152 Telp (0334) 884 267 Sumberejo, Sukodono Lumajang dan di sebelah timurnya ada sebuah ruang tunggu. Dan pintu gerbang barat merupakan pintu masuk yang menuju ke kantor MTs dan MA Miftahul Midad serta menuju asrama pesantren (Sunan Kali Jaga).
Dilingkungan Pesantren ini terdapat tiga gedung bertingkat. Ketiganya pada waktu pagi digunakan untuk sekolah MTs dan MA Miftahul Midad, pada malam hari dipergunakan untuk sekolah diniyah, pengajian kitab-kitab kuning dan takrar (mengulang kembali pelajaran yang sudah dipelajari atau belajar).
Sumber Data : Observasi PP. Miftahul Midad Sumberejo.
Baca selengkapnya - LETAK GEOGRAFIS

SEJARAH DAN LATAR BELAKANG BERDIDINYA PONDOK PESANTREN MIFTAHUL MIDAD

Pendiri Pondok Pesantren Miftahul Midad adalah KH. Anas Abdul Halim, pada awal berdirinya pondok pesantren ini atas dasar dukungan atau motivasi dari alumni santri abahnya yaitu Kyai Abdul Halim, untuk mewujudkancita-cita dari orang tuanya, maka KH. Anas Abdul Halim mendirikan pondok pesantren guna untuk mengistiqomahkan diri dan mengamalkan ilmu yang diperolehnya.
Pada tahun 1986 merupakan masa munajad dan ikhtiarnya KH. Anas Abdul Halim kepada Allah SWT supaya mendapatkan tempat yang strategis. Pada waktu beliau menhadiri sebuah pengajian di desa Karangsari ada seseorang yang ingin menawarkan tanahnya di desa Sumberejo seluas  750 meter untuk di waqafkan. Dengan petunjuk dari Allah KH. Anas Abdul Halim menerima tawaran tersebut dan akan dijadikannya sebuah Pondok Pesantren.
Mengingat Pondok Pesantren Miftahul Midad yang akan didirikan berada di tengah-tengah kesunyian yang jauh dari perumahan penduduk desa Sumberejo seringkali menjadikan desa tersebut sebagai tempat kemaksiatan. Seperti halnya berjudi, minum-minuman keras, dan tempat perzinaan. Dengan demikian, hal itu merupakan tantangan yang sangat besar bagi KH. Anas Abdul Halim untuk amar ma’ruf nahi munkar di daerah tersebut.
Pada awal berdirinya Pondok Pesantren Miftahul Midad di taandai dengan adanya papan nama berisi tulisan “Disini akan dibangun Pondok Pesantren”
Pemberitahuan itu disambut baik oleh masyarakat Sumberejo yang mendapat hidayah dari Allah SWT. Selanjutnya diteruskan dengan peletakan batu pertama pada hari Rabu 30 Nopember 1988 oleh KH. Anas Abdul Halim, yang disaksikan oleh beberapa kyai dan umaro’ di antaranya : kyai Isymam pengasuh Pondok Pesantren Mambaul Hikam, kyai Basuni Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum Pulosari Lumajang, Kepala Desa Sumberejo beserta staf-stafnya dan semua masyarkat Desa Sumberejo yang sangat mendukung dengan adanya pondok pesantren ini.
Pondok Pesantren tersebut diberi nama “Miftahul Midad” yang mempunyai aarti kunci pertolongan. Hal tersebut menunjukan adanya etika santri sebagai kader Islam yang mempunyai solidaritas tinggi, berwawasan luas, memikirkan kaum yang lemah dan membebaskan umat dari kebodohan.
Pada awal pembangunannya beliau (KH. Anas Abdul Halim) membangun musholla putra dan asrama sebelah selatan musholla (sebagai tempat istirahat santri). Pada waktu itu dalam keadaan minus akan modal yang beliau punyai. Kemudian dengan modal tawakal dan keyakinan yang kuat kepada Allah SWT akhirnya Allah SWT membuka rizkinya, banyak orang yang tidak dikenal berdatangan untuk membantu dalam menyelesaikan bangunan tersebut.
Beliau bersama tiga santri putra hidup dalam kesengsaraan yang pada waktu itu KH. Anas Abdul Halim dalam keadaan miskin tidak punya apa-apa dan penuh cobaan yang dihadapi, ironisnya makanan yang dimakan untuk esok harinya pun tidak ada. Namun pendirian beliau sangat teguh, apapun rintangan dan cobaanya beliau hadapi dengan kesabaran dan tawakal kepada Allah SWT.
Pada tahap berikutnya santri semakin hari semakin bertambah, sementara tempat kurang memungkinkan. Beliau (KH. Anas Abdul Halim) menambah kamar lagi sebelah timur musholla (sekarang menjadi kantor Pondok Pesantren Miftahul Midad), juga merupakan tempat atau kediaman KH. Anas Abdul Halim beserta keluarganya.
Santri putri mulai bermunculan sehingga mau tidak mau beliau harus menambah kamar guna menyediakan tempat untuk mereka beristirahat, belajar dan lai-lain. Atas ma’unah dari Allah dan tidak lepas dari do’a kaum muslimin, pembangunan dapat dilaksanakan dengan lancar. Santri yang mondok pada awal pembukaan pesantren Miftahul Midad adalah santri yang tahu rasa pahitnya dalam perjuangan membangun pondok pesantren ini, namun tidak sebagaimana yang dirasakan oleh KH. Anas Abdul Halim.
Berjalan dengan lanjutnya perkembangan pondok pesantren ini beliau mulai membuka pengajian yang pertama bersama masyarakat Sumberejo. Pengajian ini dihadiri oleh gurunya KH. Anas Abdul Halim yaitu Kyai Jauhari Jawawi pengasuh pondok pesantren Assunniyah Kencong Jember.
Kemudian pada tahun 1993, beliau mempunyai pemikiran bahwa semua santri yang mondok di pessantrennya tidak mungkin menjadi kyai semua, kemungkinan lain ada yang menjadi guru, pegawai negeri, petani, bisnisman dll. Maka beliau membuka program Kejar Paket B yang dibuka oleh Bapak Muflih Faris asisten II KDH Tingkat II Lumajang. Dengan dibukanya proses belajar mengajar ini menunjukkan bahwa Pondok Pesantren Miftahul Midad merupakan pesantren yang dinamis dan membuka potensi baagi santri untuk mempelajari ilmu duniawi dan ukhrawi.
Pada tahun 1995 KH. Anas Abdul Halim dapat membangun Madrasah Diniyah. Disamping itu juga pada tahun 1996 beliau mendirikan madrasah formal yaitu MTs Miftahul Midad dan dilanjutkan dengan membuka Madrasah Aliyah (MA) Miftahul Midad.
Pondok Pesantren Miftahul Midad telah banyak mencetak kader-kader Islam yang berkwalitas dan ini terbukti bahwa alumni pondok tersebut banyak yang berhasil. Keberhasilan itu dapat dilihat dari potensi-potensi yang dikembangkan pada alumni dalam kehidupan masyarakat dimana mereka banyak yang menjadi masyarakat, da’I, guru atau dosen, dan lain-lain yang berguna di masyarakat.
Dari kurun waktu Pondok Pesantren Miftahul Midad bertambah maju dan berkembang. Santrinya pun juga sudah ratusan orang serta kepercayaan masyarakat semakin besaar dari tahun ketahun. Daerah disekitar pesantren tersebut sekarang jadi daaerah yang damai dan menanamkan etika keagamaan yang tinggi. Ini tampak pada aktivitas masyarakat yang penuh dengan nuansa Islami, seperti diadakan pengajian di Pesantren ini setiap malam rabu masyaraakat Sumberejo banyak yang mengikuti kegiatan tersebut. Disamping itu pengajian-pengajian dan kegiatan shalawatan di setiap Mushalla yang berada di sekitar pesantren khususnya desa Sumberejo yang secaara rutin dilaksanakan. Pendidikan generasi muda pun berkembang secara pesat dengan didirikannya sekolah MTs dan MA didaerah tersebut.
Baca selengkapnya - SEJARAH DAN LATAR BELAKANG BERDIDINYA PONDOK PESANTREN MIFTAHUL MIDAD

Senin, 09 Mei 2011

Biografi Syekh Ibnu Athoillah

Kelahiran dan keluarganya
Pengarang kitab al-Hikam yang cukup populer di negeri kita ini adalah
Tajuddin, Abu al-Fadl, Ahmad bin Muhammad bin Abd al-Karim bin Athoillah
al-Sakandari al-Judzami al-Maliki al-Syadzili. Ia berasal dari bangsa Arab.
Nenek moyangnya berasal dari Judzam yaitu salah satu Kabilah Kahlan yang
berujung pada Bani Yastrib bin Qohton, bangsa Arab yang terkenal dengan Arab
al-Aribah. Kota Iskandariah merupakan kota kelahiran sufi besar ini.
Suatu tempat di mana keluarganya tinggal dan kakeknya mengajar. Kendatipun
namanya hingga kini demikian harum, namun kapan sufi agung ini dilahirkan
tidak ada catatan yang tegas. Dengan menelisik jalan hidupnya DR. Taftazani
bisa menengarai bahwa ia dilahirkan sekitar tahun 658 sampai 679
H.
Ayahnya termasuk semasa dengan Syaikh Abu al-Hasan al-Syadili -pendiri
Thariqah al-Syadziliyyah-sebagaimana diceritakan Ibnu Athoillah dalam kitabnya
Lathoiful Minan Ayahku bercerita kepadaku, suatu ketika aku menghadap
Syaikh Abu al-Hasan al-Syadzili, lalu aku mendengar beliau mengatakan:
“Demi Allah,  kalian telah menanyai aku tentang suatu masalah yang tidak aku
ketahui jawabannya, lalu aku temukan jawabannya tertulis pada pena, tikar
dan dinding.
Keluarga Ibnu Athoillah adalah keluarga yang terdidik dalam lingkungan agama,
kakek dari jalur nasab ayahnya adalah seorang ulama fiqih pada masanya.
Tajuddin remaja sudah belajar pada ulama tingkat tinggi di Iskandariah
seperti al-Faqih Nasiruddin al-Mimbar al-Judzami. Kota Iskandariah pada
masa Ibnu Athoillah memang salah satu kota ilmu di semenanjung Mesir, karena
Iskandariah banyak dihiasi oleh banyak ulama dalam bidang fiqih, hadits,
usul, dan ilmu-ilmu bahasa arab, tentu saja juga memuat banyak tokoh-tokoh
tasawwuf dan para
Auliya’Sholihin.
Oleh karena itu tidak mengherankan bila Ibnu Athoillah tumbuh sebagai
seorang faqih, sebagaimana harapan dari kakeknya. Namun kefaqihannya terus
berlanjut sampai pada tingkatan tasawuf. Hal mana membuat kakeknya secara
terang-terangan tidak menyukainya.
Ibnu Athoillah menceritakan dalam kitabnya Lathoiful minan Bahwa kakeknya
adalah seorang yang tidak setuju dengan tasawwuf, tapi mereka sabar akan
serangan dari kakeknya. Di sinilah guru Ibnu Athoillah yaitu Abul Abbas
al-Mursy mengatakan: “Kalau anak dari seorang alim fiqih Iskandariah (Ibnu
Athoillah) datang ke sini, tolong beritahu aku”, dan ketika aku datang,
al-Mursi mengatakan: “Malaikat jibril telah datang kepada Nabi bersama
dengan malaikat penjaga gunung ketika orang quraisy tidak percaya pada
Nabi. Malaikat penjaga gunung lalu menyalami Nabi dan mengatakan: ” Wahai
Muhammad.. kalau engkau mau, maka aku akan timpakan dua gunung pada
mereka”. Dengan bijak Nabi mengatakan : ” Tidak,, aku mengharap agar kelak
akan keluar orang-orang yang bertauhid dan tidak musyrik dari mereka”.
Begitu juga, kita harus sabar akan sikap kakek yang alim fiqih (kakek Ibnu
Athoillah) demi orang yang alim fiqih ini.
Pada akhirnya Ibn Atho’illah memang lebih terkenal sebagai seorang sufi besar.
Namun menarik juga perjalanan hidupnya, dari didikan yang murni fiqh sampai
bisa memadukan fiqh dan tasawuf. Oleh karena itu buku-buku biografi
menyebutkan riwayat hidup Athoillah menjadi tiga masa :
Masa pertama
Masa ini dimulai ketika ia tinggal di Iskandariah sebagai pencari ilmu
agama seperti tafsir, hadits, fiqih, usul, nahwu dan lain-lain dari para
alim ulama di Iskandariah. Pada periode itu beliau terpengaruh
pemikiran-pemikiran kakeknya yang mengingkari para ahli tasawwuf karena
kefanatikannya pada ilmu fiqih, dalam hal ini Ibnu Athoillah bercerita:
“Dulu aku adalah termasuk orang yang mengingkari Abu al-Abbas al-Mursi,
yaitu sebelum aku menjadi murid beliau”. Pendapat saya waktu itu bahwa
yaang ada hanya ulama ahli dzahir, tapi mereka (ahli tasawwuf) mengklaim
adanya hal-hal yang besar, sementara dzahir syariat
menentangnya.
Masa kedua
Masa ini merupakan masa paling penting dalam kehidupan sang guru pemburu
kejernihan hati ini. Masa ini dimulai semenjak ia bertemu dengan gurunya,
Abu al-Abbas al-Mursi, tahun 674 H, dan berakhir dengan kepindahannya ke
Kairo. Dalam masa ini sirnalah keingkarannya ulama’ tasawwuf. Ketika
bertemu dengan al-Mursi, ia jatuh kagum dan simpati. Akhirnya ia mengambil
Thariqah langsung dari gurunya ini.
Ada cerita menarik mengapa ia beranjak memilih dunia tasawuf ini. Suatu
ketika Ibn Atho’ mengalami goncangan batin, jiwanya tertekan. Dia
bertanya-tanya dalam hatinya : “apakah semestinya aku membenci tasawuf.
Apakah suatu yang benar kalau aku tidak menyukai Abul Abbas al-Mursi ?.
setelah lama aku merenung, mencerna akhirnya aku beranikan diriku untuk
mendekatnya, melihat siapa al-Mursi sesungguhnya, apa yang ia ajarkan
sejatinya. Kalau memang ia orang baik dan benar maka semuanya akan
kelihatan. Kalau tidak demikian halnya biarlah ini menjadi jalan hidupku
yang tidak bisa sejalan dengan tasawuf.
Lalu aku datang ke majlisnya. Aku mendengar, menyimak ceramahnya dengan
tekun tentang masalah-masalah syara’. Tentang kewajiban, keutamaan dan
sebagainya. Di sini jelas semua bahwa ternyat al-Mursi yang kelak menjadi
guru sejatiku ini mengambil ilmu langsung dari Tuhan. Dan segala puji bagi
Allah, Dia telah menghilangkan rasa bimbang yang ada dalam hatiku”.
Maka demikianlah, ketika ia sudah mencicipi manisnya tasawuf hatinya
semakin tertambat untuk masuk ke dalam dan lebih dalam lagi. Sampai-sampai
ia punya dugaan tidak akan bisa menjadi seorang sufi sejati kecuali dengan
masuk ke dunia itu secara total, menghabiskan seluruh waktunya untuk sang
guru dan meningalkan aktivitas lain. Namun demikian ia tidak berani
memutuskan keinginannya itu kecuali setelah mendapatkan izin dari sang guru
al-Mursi.
Dalam hal ini Ibn Athoilah menceritakan : “Aku menghadap guruku al-Mursi,
dan dalam hatiku ada keinginan untuk meninggalkan ilmu dzahir. Belum sempat
aku mengutarakan apa yang terbersit dalam hatiku ini tiba-tiba beliau
mengatakan : “Di kota Qous aku mempunyai kawan namanya IbnuNaasyi. Dulu
dia adalah pengajar di Qous dan sebagai wakil penguasa. Dia merasakan
sedikit manisnya tariqah kita. Kemudian ia menghadapku dan berkata :
“Tuanku, apakah sebaiknya aku meninggalkan tugasku sekarang ini dan
berkhidmat saja pada tuan?”. Aku memandangnya sebentar kemudian aku katakan
: “Tidak demikian itu tariqah kita. Tetaplah dengan kedudukan yang sudah di
tentukan Allah padamu. Apa yang menjadi garis tanganmu akan sampai padamu
juga”.
Setelah bercerita semacam itu yang sebetulnya adalah nasehat untuk diriku
beliau berkata: Beginilah keadaan orang-orang al-Siddiqiyyin. Mereka sama
sekali tidak keluar dari suatu kedudukan yang sudah ditentukan Allah sampai
Dia sendiri yang mengeluarkan mereka”. Mendengar uraian panjang lebar
semacam itu aku tersadar dan tidak bisa mengucapkan sepatah katapun. Dan
alhamdulillah Allah telah menghapus angan kebimbangan yang ada dalam
hatiku, sepertinya aku baru saja melepas pakaianku. Aku pun rela tenang
dengan kedudukan yang diberikan oleh Allah”.
Masa ketiga
Masa ini dimulai semenjak kepindahan Ibn Atho’ dari Iskandariah ke Kairo.
Dan berakhir dengan kepindahannya ke haribaan Yang Maha Asih pada tahun 709
H. Masa ini adalah masa kematangan dan kesempurnaan IbnuAthoillah dalam
ilmu fiqih dan ilmu tasawwuf. Ia membedakan antara Uzlah dan kholwah. Uzlah
menurutnya adalah pemutusan (hubungan) maknawi bukan hakiki, lahir dengan
makhluk, yaitu dengan cara si Salik (orang yang uzlah) selalu mengontrol
dirinya dan menjaganya dari perdaya dunia. Ketika seorang sufi sudah mantap
dengan uzlah-nya dan nyaman dengan kesendiriannya ia memasuki tahapan
khalwah. Dan khalwah dipahami dengan suatu cara menuju rahasia Tuhan,
kholwah adalah perendahan diri dihadapan Allah dan pemutusan hubungan
dengan selain Allah SWT.
Menurut Ibnu Athoillah, ruangan yang bagus untuk ber-khalwah adalah yang
tingginya, setinggi orang yang berkhalwat tersebut. Panjangnya sepanjang ia
sujud. Luasnya seluas tempat duduknya. Ruangan itu tidak ada lubang untuk
masuknya cahaya matahari, jauh dari keramaian, pintunya rapat, dan tidak
ada dalam rumah yang banyak penghuninya.
Ibnu Athoillah sepeninggal gurunya Abu al-Abbas al-Mursi tahum 686 H,
menjadi penggantinya dalam mengembangkan Tariqah Syadziliah. Tugas ini ia
emban di samping tugas mengajar di kota Iskandariah. Maka ketika pindah ke
Kairo, ia bertugas mengajar dan ceramah di Masjid al-Azhar.
Ibnu Hajar berkata: “Ibnu Athoillah berceramah di Azhar dengan tema yang
menenangkan hati dan memadukan perkatan-perkatan orang kebanyakan dengan
riwayat-riwayat dari salafus soleh, juga berbagai macam ilmu. Maka tidak
heran kalau pengikutnya berjubel dan beliau menjadi simbol kebaikan”. Hal
senada diucapkan oleh Ibnu Tagri Baradi : “Ibnu Athoillah adalah orang
yang sholeh, berbicara di atas kursi Azhar, dan dihadiri oleh hadirin yang
banyak sekali. Ceramahnya sangat mengena dalam hati. Dia mempunyai
pengetahuan yang dalam akan perkataan ahli hakekat dan orang orang ahli
tariqah”. Termasuk tempat mengajar beliau adalah Madrasah al-Mansuriah di
Hay al-Shoghoh. Beliau mempunyai banyak anak didik yang menjadi seorang
ahli fiqih dan tasawwuf, seperti Imam Taqiyyuddin al-Subki, ayah Tajuddin
al-Subki, pengarang kitab Tobaqoh al-syafiiyyah al-Kubro.
Sebagai seoarang sufi yang alim Ibn Atho’ meninggalkan banyak karangan
sebanyak 22 kitab lebih. Mulai dari sastra, tasawuf, fiqh, nahwu, mantiq,
falsafah sampai khitobah.
Karomah Ibn Athoillah
Al-Munawi dalam kitabnya Al-Kawakib al-durriyyah mengatakan:
SyaikhKamal Ibnu Humam ketika ziarah ke makam wali besar ini membaca Surat
Hud sampai pada ayat yang artinya: “Diantara mereka ada yang celaka dan
bahagia…”. Tiba-tiba terdengar suara dari dalam liang kubur Ibn
Athoillahdengan keras: “Wahai Kamal tidak ada diantara kita yang celaka”.
Demi menyaksikan karomah agung seperti iniIbnu Humam berwasiat supaya
dimakamkan dekat dengan IbnuAthoillah ketika meninggal kelak.
Di antara karomah pengarang kitab al-Hikam adalah, suatu ketika salah satu
murid beliau berangkat haji. Di sana si murid itu melihat Ibn
Athoillahsedang thawaf. Dia juga melihat sang guru ada di belakang maqam
Ibrahim, di Masa dan Arafah. Ketika pulang, dia bertanya pada
teman-temannya apakah sang guru pergi haji atau tidak. Si murid langsung
terperanjat ketiak mendengar teman-temannya menjawab “Tidak”. Kurang puas
dengan jawaban mereka, dia menghadap sang guru. Kemudian pembimbing
spiritual ini bertanya : “Siapa saja yang kamu temui ?” lalu si murid
menjawab : “Tuanku saya melihat tuanku di sana “. Dengan tersenyum al-arif
billah ini menerangkan : “Orang besar itu bisa memenuhi dunia. Seandainya
saja Wali Qutb di panggil dari liang tanah, dia pasti
menjawabnya.
Ibn Atho’illah wafat
Tahun 709 H adalah tahun kemalangan dunia maya ini. Karena tahun tersebut
wali besar yang tetap abadi nama dan kebaikannya ini harus beralih ke alam
barzah, lebih mendekat pada Sang Pencipta. Namun demikian madrasah
al-Mansuriyyah cukup beruntung karena di situlah jasad mulianya berpisah
dengan sang nyawa. Ribuan pelayat dari Kairo dan sekitarnya mengiring
kekasih Allah ini untuk dimakamkan di pemakaman al-Qorrofah al-Kubro.

Sumber : http://mbahpradah.wordpress.com/2010/03/25/biografi-syekh-ibnu-athoillah/
Baca selengkapnya - Biografi Syekh Ibnu Athoillah

Minggu, 08 Mei 2011

Sabar Itu Selalu Baik

sabarAda yang mengatakan bahwa sabar itu tidak selamanya baik. Mudah-mudahan yang dia maksud adalah “sabar” dalam definisi lain. Sabar yang tidak baik, bukanlah yang diambil dari kata shabar dari Al Quran dan hadits. Sebab, jika yang dimaksud itu sama dengan shabar seperti yang diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya, maka itu salah besar. Jika sebuah sikap atau perilaku yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, maka itu pasti benar dan pasti baik.

Sabar Itu Perintah Allah

Silahkan buka Al Quran dan Hadits, banyak ayat dan hadits yang menyuruh kita untuk bersabar. Jadi tidak mungkin sabar itu tidak baik. Jadi, selalu baik dan ini ajaran dari Allah.

Allah Beserta Orang-orang Yang Sabar

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah:153)
Pastinya Allah senang bersama hamba-hamba-Nya yang melakukan kebenaran dan kebaikan. Jadi tidak mungkin jika “ada yang tidak baik”. Jika Anda mengatakan tidak selamanya baik, apakah jika Allah menyertai kita itu tidak baik?
Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang mengatakan bahwa Allah suka dan memerintahkan kita untuk bersabar. Tentu saja tidak semuanya bisa ditampilkan disini karena saking banyaknya. Silahkan buka Al Quran dan Anda akan menemukannya dengan mudah. Bahkan, jika mau membuka kitab-kitab hadits, Anda akan menemukan lebih banyak lagi.

Allah Memberikan Balasan Kepada Orang Yang Sabar

Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An Nahl:96)

Orang Yang Sabar Memiliki Kekuatan Lebih Besar

Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. (QS. Al Anfaal:65)

Para Nabi Adalah Mereka Yang Bersabar

Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. (QS Al Anbiyaa’:85)
Jelas sudah, kutipan-kutipan ayat diatas sudah menjelaskan kepada kita, bahwa sabar itu baik dan selalu baik. Ini merupakan bantahan bagi yang mengatakan tidak selalu baik atau ada batasnya. Saya penting mengatakan ini untuk mencegah kesalahan pengertian sehingga seolah ada ajaran Al Quran yang tidak membawa kebaikan. Saya hanya ingin menegaskan bahwa ajaran Al Quran itu benar dan selalu membawa kebaikan.

Dimulai Dengan Pemahaman Yang Benar

Salah satu penyebab mengapa orang mengatakan sesuatu yang salah tentang sabar itu karena pemahaman yang salah. Pemahaman yang salah akibat kurang seriusnya dalam belajar. Tidak belajar pada sumbernya yang jelas dan valid, hanya mengikuti berbagai perkataan atau omongan sekilas yang bisa saja datang dari sekedar opini atau prasangka.
Dikiranya hanya diam. Dikiranya menyerah. Dikiranya hanya menunggu tanpa upaya. Memang, dalam kondisi tertentu, bisa dalam artian diam. Namun bukan sembarang diam, sebab tidak selamanya diam itu adalah kesabaran. Orang yang diam demi mempertahankan kebenaran, itulah yang disebut dengan kesabaran. Diam membiarkan kemunkaran itu bukan kesabaran. Menunda-nunda pekerjaan, bukanlah yang disebut kesabaran.
Bahkan saat seseorang marah, kemudian mengangkat pedang untuk menegakkan kebenaran, maka itu tidak akan menghilangkan sikap sabar pada diri orang tersebut. Siapa orang yang paling sabar? Tentu Rasulullah saw, tetapi beliau tetap berperang. Bahkan seringkali, dalam Al Quran, kata perjuangan, perang, dan jihad disandingkan dengan kata kesabaran.
Mulailah memahami apa definisinya dari sumber yang jelas dan bisa dipertanggung jawabkan. Silakan Anda baca artikel lain yang menjelaskan tentang sabar dan definisinya, klik Perjuangan dan Kesabaran.
Jadi tetaplah sabar.

Sumber : http://www.motivasi-islami.com/sabar-itu-selalu-baik/
Baca selengkapnya - Sabar Itu Selalu Baik